Aku pernah punya pengalaman disuatu masa, ketika masih berusia belasan tahun aku duduk dikelas satu SMA negeri Putussibau. Pada waktu itu, transportasi air merupakan satu-satunya pilihan agar dapat pulang pergi dari kampungku yang terletak di desa mungguk batu kecamatan selimbau kapuas hulu kalbar ke kota putussibau. Alat transportasi air yang senantiasa menjadi harapan mengantar ke tempat tujuan adalah motor tambang, yang dapat mengangkut manusia sekaligus barang meskipun saking banyaknya jadi berdesak-desakan dan duduk serta tidur seadanya, dan kadangkala harus menunggu selama berjam-jam bahkan berhari-hari dilanting tepian sungai kapuas.
Celakanya pada suatu hari, motor tambang yang ku tumpangi dari kota putussibau tiba di selimbau pas tengah malam saat orang tidur terlelap. Pada saat itu belum dikenal handphone seperti saat ini, juga telpon rumah dan selimbau adalah ibu kota kecamatan yang sebagian besar penduduknya tinggal diperkampungan pinggir sungai yang dihubungkan dengan gertak kayu. Perkampugan gertak itu sangat luas terdiri dari beberapa blok misalnya gudang hilur, gudang hulu, kampung parit, gertak baru dan satu-satunya yang tinggal didaratan adalah dimana aku tinggal yaitu mungguk batu namun jarak tempuh jalan kaki ke pinggir sungai kapuas adalah berkilo-kilo meter jalan kaki. Tapi ada satu jalur pintas yang bisa dilewati siang hari dengan jarak tempuh tidak sampai setengah jam melewati hutan dan kebun karet dibelakang SDN No 1 dan tak ada satupun rumah penduduk didalam hutan tersebut,apabila melewati jalur tersebut maka jarak berkilo-kilo meter bisa disingkat menjadi kira-kira satu KM.
Celakanya pada suatu hari, motor tambang yang ku tumpangi dari kota putussibau tiba di selimbau pas tengah malam saat orang tidur terlelap. Pada saat itu belum dikenal handphone seperti saat ini, juga telpon rumah dan selimbau adalah ibu kota kecamatan yang sebagian besar penduduknya tinggal diperkampungan pinggir sungai yang dihubungkan dengan gertak kayu. Perkampugan gertak itu sangat luas terdiri dari beberapa blok misalnya gudang hilur, gudang hulu, kampung parit, gertak baru dan satu-satunya yang tinggal didaratan adalah dimana aku tinggal yaitu mungguk batu namun jarak tempuh jalan kaki ke pinggir sungai kapuas adalah berkilo-kilo meter jalan kaki. Tapi ada satu jalur pintas yang bisa dilewati siang hari dengan jarak tempuh tidak sampai setengah jam melewati hutan dan kebun karet dibelakang SDN No 1 dan tak ada satupun rumah penduduk didalam hutan tersebut,apabila melewati jalur tersebut maka jarak berkilo-kilo meter bisa disingkat menjadi kira-kira satu KM.
Dalam suasana gelap tengah malam, semua orang masih terlelap dan aku orang yang paling enggak senang merepotkan orang lain, aku harus membuat keputusan singkat, berjalan kaki membawa tas pakaian selama berkilo-kilo meter mengelilingi semua perkampungan gertak kayu tersebut atau melalui hutan dan kebun karet tak berpenghuni hanya ditemani cahaya bulan dan tak ada senter. Akhirnya aku memutuskan yang paling masuk akal sekaligus paling menyeramkan dengan risiko apapun, hantulah, orang jahatlah...sepanjang jalan aku menyanyikan lagu-lagu rohani bersenandung diterangi sinar bulan yang samar dari balik pepohonan,..aku hanya meminta pertolongan Tuhan untuk menjagaku dari marabahaya apapun..akhirnya karena jalan dan kadang lari-lari aku melihat gertak kayu atau jembatan yang menjadi ujung dari perjalanan tengah malamku tiba di kampung mungguk batu tengah malam gulita tanpa kurang satu apapun...karena kadang dalam hidup ini, ada keputusan yang harus diambil dengan sejumlah risiko,..tapi perhitungan secara logika harus tetap dikedepankan agar keputusan tersebut menjadi masuk akal dan mungkin untuk dijalani..ini cerita tentang satu masa hidupku...
No comments:
Post a Comment