PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA
(Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 1999)
(Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 1999)
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
- bahwa
hak asasi manusia merupakan hak dasar yang secara kodrati melekat pada
diri manusia, bersifat universal dan langgeng, oleh karena itu harus
dilindungi, dihormati, dipertahankan, dan tidak boleh diabaikan,
dikurangi, atau dirampas oleh siapapun;
- bahwa
untuk menjaga agar pelaksanaan hak asasi manusia sesuai dengan harkat dan
martabat manusia serta memberi perlindungan, kepastian, keadilan, dan
perasaan aman bagi perorangan maupun masyarakat maka perlu diambil
tindakan atas pelanggaran terhadap hak asasi manusia tersebut;
- bahwa
yang berwenang mengadili pelanggaran hak asasi manusia yang berat sesuai
dengan ketentuan Pasal 104 ayat (1) Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999
tentang Hak Asasi Manusia adalah Pengadilan Hak Asasi Manusia;
- bahwa
berdasarkan kondisi yang sangat mendesak dikaitkan dengan tanggung jawab
untuk ikut serta memelihara perdamaian dunia, maka untuk pelanggaran hak
asasi manusia yang berat, perlu segera diselesaikan oleh Pengadilan Hak
Asasi Manusia;
- bahwa
berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b, c, dan d
perlu ditetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang tentang
Pengadilan Hak Asasi Manusia;
menyimak poin-poin dari a sampai e diatas,
kesimpulan apakah yang dapat kita ambil dengan berbagai peristiwa dan pembiaran
dinegara tercinta ini?
Dalam poin a, hak asasi manusia merupakan hak
dasar yang secara kodrati melekat pada diri manusia, artinya adalah hak
tersebut adalah anugerah dari Sang Pencipta dan tidak ada seorang manusiapun
didunia ini yang berhak mengambil, merampas, mengurangi, mengabaikan hak
manusia lain dan sebaliknya adalah kita harus melindungi, menghormati dan
mempertahankan harmonisasi antara manusia-manusia agar hak-hak tersebut
terlindungi dengan baik.
Dalam
pasal 1 lebih lanjut mengatakan bahwa Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak
yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai mahluk Tuhan Yang Maha
Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan
dilindungi oleh negara hukum, Pemerintah dan setiap orang demi kehormatan
serta perlindungan harkat dan martabat manusia.
Jadi kewajiban untuk melindungi HAM bukanlah
hanya kewajiban pemerintah semata, namun juga adalah kewajiban setiap orang
yang sadar posisinya sebagai warga Negara. Namun coba lihat peristiwa-peristiwa
yang terjadi akhir-akhir ini, ketika kadang kita memakai standar ganda dalam
mengusung HAM. Lihat bagaimana fakta-fakta berbicara tentang penutupan
rumah-rumah ibadah, pengusiran dan pembunuhan terhadap orang yang menganut
keyakinan berbeda, teroris, kemudian anarkisme yang marak dalam setiap
pemberitaan media. Ketika pelakunya tertangkap atau diungkapkan ke public maka
mereka akan bermain cantik dalam topeng bernama HAM. Bagaimana mereka yang
harus kehilangan tempat bersekutu dengan Tuhannya, bagaimana mereka yang harus
terusir dari tanah tempat berpijak, kehilangan harta, sanak saudara bahkan
nyawa mereka..hanya karena ada segelintir orang yang tidak senang hidup dalam
perbedaan?..mereka yang telah secara terang-terangan menginjak hak dasar,
harkat dan martabat orang lain sebetulnya adalah arogansi kemanusiaan mereka
yang telah mencoreng citra Tuhan yang mereka sembah dan menampilkan gambarNya
sebagai Tuhan yang bengis, pendendam, iri hati, congkak dan cenderung psikopat.
Padahal tidaklah demikian, karena hanya
segelintir mereka yang memelintirkan fakta bahwa Tuhan mereka adalah Tuhan penuh
kasih dan pengampun sebagaimana sebagian umat-umatNya yang saya kenal, sejuk
dan bersahaja.
Ayat (1) mengatakan Pelanggaran Hak Asasi
Manusia adalah pelanggaran hak asasi manusia yang berat. Jika disimak melalui
kalimat ini, apa sanksi yang diberikan kepada pelanggar berat ini? Tapi lihat,
kadang mereka masih bisa cuap-cuap membela tindakan dan ideology mereka
disetiap corong yang diberikan kepada mereka, bahkan kadang kita melihat mereka
tersenyum dan tertawa tanpa ada rasa bersalah atas perbuatannya.
Kemudian bagaimana prakteknya para pengusung
HAM di Negara ini, seringkali saya tangkap kadang kita memakai standar ganda
didalam pembelaan atas hak asasi manusia, para pelanggar HAM kadang-kadang
justru berlindung dibalik HAM demi melepaskan mereka dari jeratan hukum,
pemerintah selalu diposisikan sebagai pelanggar HAM meskipun kadang mereka juga
menjadi korban HAM, sebut dalam demo-demo, berapa banyak aparat yang terluka
dan harus kehilangan nyawa namun tidak ada seorangpun yang membela mereka dan
menggugat pelaku anarkis sebagai pelanggar HAM, namun tidaklah demikian bila
terjadi sebaliknya. Meskipun saya setuju bahwa penegakan HAM mesti melihat dari
dua sisi dan adil dalam menilai, karena jelas dalam poin-poin diatas, bahwa
semua orang bertanggungjawab untuk menegakkan HAM karena HAM adalah hak asasi
setiap manusia, tidak peduli apa latar belakangnya, profesi dan status social dan
pelanggaran atas HAM haruslah mendapat sanksi yang berat karena setiap orang
dewasa harus bertanggungjawab atas perbuatannya.
kemudian apa jenis pelanggaran HAM lainnya yang kadang tanpa kita sadari terjadi disekeliling kita ?Diskriminasi adalah setiap pembatasan,
pelecehan, atau pengecualian yang langsung ataupun tak langsung didasarkan pada
pembedaan manusia atas dasar agama, suku, ras, etnik, kelompok, golongan,
status sosial status ekonomi, jenis kelamin, bahasa, keyakinan politik, yang
berakibat pengurangan penyimpangan atau penghapusan pengakuan, pelaksanaan atau
penggunaan hak asasi manusia dan kebebasan dasar dalam kehidupan baik
individual maupun kolektif dalam bidang politik, ekonomi, hukum, sosial,
budaya, dan aspek kehidupan lainnya.
Fakta bahwa saat ini, banyak terjadi politisasi agama yang mencoba memasukkan ideologi mereka kedalam ranah pemerintahan, dan dibiarkan..kenapa? bermunculan perda-perda bernuansa diskriminatif dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, sampai kapankah kita menutup mata terhadap semua itu? baru-baru ini terjadi penutupan tempat-tempat ibadah gereja dan vihara di Aceh, karena kepala daerah masih belum puas dengan point persyaratan dalam sampah bernama SKB tiga menteri, apa yang terjadi apabila ditempat lain yang kebetulan golongan mayoritas menjadi minoritas masyarakat melakukan hal yang sama? coba renungkan...
No comments:
Post a Comment