Jalan-jalan ke batang lupar, bukannya hanya alamnya yang luar biasa. Namun juga menyimpan sejarah ketika pemberantasan GPRS/Paraku setelah ganyang malaysia masa tahun 1973-1974. karena ketidak senangan Bung Karno atas bergabungnya negara bagian sabah dan sarawak dengan negara federasi Malaysia yang disokong negara-negara yang dianggapnya imperialis.Untuk mendukung invasi militer yang kemudian dikenal dengan jargon ganyang malaysia, pihak militer banyak merekrut etnis-etnis china berhaluan komunis sarawak untuk dilatih melalui PGRS PARAKU bentukan Sheik AM Azahari yang mengklaim sebagai Perdana Menteri Nasional Kalimantan Utara dari Brunei Darussalam, dan kelompok Yap Chung Ho, Wong Hon, Liem Yen Hwa, Jacoob dari Partai Komunis Sarawak (PKS) yang lebih dikenal dengan Sarawak Advance Youth Association, Kuching, Sarawak. PGRS/PARAKU disokong Subandrio, Wakil Perdana Menteri, merangkap Menteri Luar Negeri, dan Pimpinan Komando Pertahanan Daerah Perbatasan (Koperdasan). Subandrio datang ke Pontianak untuk secara khusus menemui Azahari dan Yap dkk, 2 Desember 1963. Kelompok Azahari dan Yap dkk kemudian dilatih secara militer oleh Badan Pusat Intelijen (BPI) di Bogor.Namun kemudian peta politik berubah dengan pergantian pucuk pimpinan, Jenderal Soeharto yang kemudian menjadi Presiden bersikap lunak kepada Malaysia, anggota PGRS paraku kemudian memberontak karena merasa dikhianati, kemudian terjadi penumpasan besar-besaran terhadap anggota PARAKU yang sebagian besar beretnis china sehingga pada masa itu menimbulkan generalisasi untuk sebagian etnis ini terlibat didalam organisasi terlarang ini. Tersudut Anggota PGRS Paraku lari ke hutan dan bukit-bukit disepanjang perbatasan. Untuk mengejar mereka TNI melibatkan penduduk lokal dan salah satu basis militer untuk penumpasan PGRS PARAKU adalah lanjak Batang Lupar.
Salah satu situs yang menjadi saksi sejarah bagaimana penumpasan PGRS/Paraku masa itu menciptakan tragedi kemanusiaan lagi-lagi akibat peta politik yang selalu tergantung pada idealisme yang ada pada saat itu. Sebuah gudang logistik yang terbuat seluruhnya dari seng tebal yang masih bertahan puluhan tahun kemudian masih berdiri dengan tegak kemudian difungsikan oleh militer sebagai sel untuk anggota pemberontak yang tertangkap. Melihat bangunan itu, hatiku selalu bergidik membayangkan penderitaan luar biasa yang dialami oleh mereka yang terkurung dan dibiarkan mati kedinginan, kepanasan dan kelaparan. Kita tidak bisa memutar waktu kembali untuk memperbaiki keadaan, namun biar gudang itu menjadi saksi dan mengingatkan kita untuk menjadi manusia yang lebih baik kedepannya, menghargai kemanusiaan dan menjaga agar negara ini tidak lagi berada pada situasi yang membuat kita abai terhadap hak hidup orang lain. Sejarah, baik atau buruk, pengorbanan, perjuangan saat kita meyakini sesuatu kadang membuat kita kehilangan banyak hal demi mendapatkan hal-hal lainnya. Namun aku berdoa untuk kedamaian bangsa ini dan bangsa lain didunia ini agar tragedi ini tidak perlu terjadi lagi kini maupun nanti. ..sia-siakah..?